Tahun 1896 Sabang dibuka sebagai
pelabuhan bebas (vrij haven) untuk perdagangan umum dan sebagai pelabuhan
transito barang-barang terutama dari hasil pertanian Deli yang telah menjadi
daerah perkebunan tembakau semenjak tahun 1863 dan hasil perkebunan berupa
lada, pinang, dan kopra dari Aceh sendiri, sehingga Sabang mulai dikenal oleh
lalu lintas perdagangan dan pelayaran dunia
Tahun 1899 Ernst Heldring
mengenali potensi Sabang sebagai pelabuhan internasional dan mengusulkan
pengembangan pelabuhan Sabang pada Nederlandsche Handel Maatschappij dan
beberapa perusahaan Belanda lainnya melalui bukunya yang berjudul Oost Azie en
Indie. Tahun 1899 Balthazar Heldring selaku direktur NHM merubah Atjeh
Associate menjadi N.V. Zeehaven en Kolenstation Sabang te Batavia (Sabang
Seaport and Coal Station of Batavia) yang kemudian dikenal dengan Sabang
Maatschappij dan merehab infrastruktur pelabuhan agar layak menjadi pelabuhan
bertaraf internasional. Tahun 1903 CJ Karel Van Aalst sebagai direktur NHM yang
baru, mengatur layanan dwi-mingguan antara pelabuhan Sabang dan negeri Belanda,
melibatkan Stoomvaart Maatschappij Nederland (Netherlands Steamboat Company)
dan Rotterdamsche Lloyd. Selain itu, dia juga mengatur suntikan modal penting bagi
Sabang Maatschappij dengan NHM sebagai pemegang saham mayoritas.Tahun 1942 Pada
PD II, Sabang diduduki oleh Jepang dan dijadikan basis pertahanan wilayah
barat. Sabang sebagai pelabuhan bebas ditutup.
Tahun 1945 Sabang mendapat dua
kali serangan dari pasukan Sekutu dan menghancurkan sebagian infrastruktur.
Kemudian Indonesia Merdeka tetapi Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda.Tahun
1950 Setelah KMB, Belanda mengembalikan Sabang kepada Indonesia. Upacara
penyerahannya berlangsung di gedung Controleur (gedung Dharma Wanita sekarang).
Kemudian melalui keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat Nomor
9/MP/50, Sabang menjadi Basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia. Sabang
Maatschappij dilikuidasi. Prosesnya selesai tahun 1959. Semua aset Pelabuhan
Sabang Maatschappij dibeli oleh Pemerintah Indonesia.Tahun 1963, Tim Peneliti
dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh bekerja sama dengan gabungan Pengurus
Exsport Indonesia Sumatera melakukan penelitian terhadap kemungkinan Sabang
dibuka kembali menjadi pelabuhan bebas, karena letaknya sangat strategis dalam
sektor perdagangan antar Negara. Kemudian melalui Keputusan Presiden Nomor 10
Tahun 1963, Sabang ditetapkan sebagai Pelabuhan Bebas (Free Port), dan
pelaksanaannya diserahkan kepada Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).
Tahun 1964 Dibentuklah suatu
lembaga Komando Pelaksana Pembangunan Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4BS)
melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 22 Tahun 1964.Tahun 1965
Kotapraja Sabang dibentuk dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1965.Tahun 1970,
dikeluarkan UU No. 3 tahun 1970 dan No. 4 tahun 1970 tentang
ketentuan-ketentuan pokok daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan Sabang dan
tentang daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan bebas untuk masa 30 tahun,
dengan fungsi sbb :
1. Mengusahakan
persediaan (stockpiling) barang-barang konsumsi dan produksi untuk perdagangan
impor, ekspor, re-ekspor maupun industri.
2. Melakukan peningkatan mutu (upgrading), pengolahan
(processing), manufacturing, pengepakan (packing), pengepakan ulang
(repacking), dan pemberian tanda dagang (marking).
3. Menumbuhkan dan memperkembangkan industri, lalu lintas
perdagangan, dan perhubungan.
4. Menyediakan dan memperkembangkan prasarana dan
memperlancar fasilitas pelabuhan, memperkembangkan pelabuhan, pelayaran,
perdagangan transito, dan lain-lain.
5. Mengusahakan memperkembangkan kepariwisataan dan
usaha-usaha ke arah terjelma dan terbinanya shopping centre. -Mengusahakan dan
memperkembangkan kegiatan-kegiatan lainnya khususnya dalam sektor perdagangan,
maritim, perhubungan, perbankan dan peransuransian.
Tahun 1985 Status Sabang sebagai
Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ditutup oleh Pemerintah RI
melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1985, dengan alasan maraknya penyeludupan
dan akan dibukanya Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Tahun 1993 Posisi Sabang mulai diperhitungkan kembali dengan dibentuknya
Kerjasama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
(IMT-GT). Tahun 1997 Dilaksanakannya
Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diprakarsai BPPT di Pantai Gapang,
Sabang, untuk mengkaji kembali pengembangan Sabang.Tahun 1998 Kota Sabang dan
Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) yang bersama-sama KAPET lainnya diresmikan oleh Presiden BJ Habibie
dengan Keppres No. 171 tanggal 26 September 1998.
Tahun 2000 Presiden KH.
Abdurrahman Wahid mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas dan tanggal 22 Januari 2000 diterbitkan Inpres No. 2 Tahun 2000.
Tanggal 1 September 2000 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No.2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Sabang.Tanggal 21 Desember 2000 diterbitkan Undang-undang No. 37 Tahun
2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.Tahun 2002
Aktivitas pelabuhan Sabang mulai berdenyut kembali dengan masuknya
barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang.Tahun 2004 Aktivitas ini
terhenti karena Aceh ditetapkan sebagai Daerah Darurat Militer.Tanggal 26
Desember 2004 Sabang juga mengalami Gempa dan Tsunami. Kemudian Badan
Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias menetapkan Sabang sebagai tempat
transit udara dan laut untuk bantuan korban tsunami dan pengiriman material
konstruksi dan lainnya yang akan dipergunakan di daratan Aceh.Paskaperjanjian
damai antara Pemerintah RI dengan GAM pada 15 Agustus 2005, Sabang kembali
berdenyut. Wisatawan asing pun kembali berdatangan menikmati pesona pantai
paling barat Indonesia ini.
KELAS : XI ADMINISTRASI
SEKOLAH : SMK NEGERI 1 SABANG
keren
BalasHapuswah...keren artikel'a. jd bnyak tw ni. thanks chika
BalasHapusnice articel... increase my knowledge .. thanks :D
BalasHapus